Info-Kesehatan: Cerita Panjang Malaria dari Afrika

Dimulai oleh sebuah gigitan tanpa rasa sakit, seekor nyamuk yang mencari makan pada waktu malam, datang menghampiri tubuh manusia, membungkuk seperti seorang pelari cepat yang bersiap di garis start, dan memasukan jarum penghisap darah melalui kulit.

Nyamuk ini memmiliki kaki yang panjang, dan sayap yang belang-belang. Nyamuk ini adalah nyamuk betina dari spesies Anopheles, yang merupakan satu-satunya serangga yang dapat membawa parasit malaria manusia. Tak diragukan lagi kalau ini adalah Anopheles betina, karena nyamuk jantan tidak tertarik pada darah, sementara nyamuk betina sangat tergantung pada hemoglobin kaya protein untuk memberi makan telur mereka. alat penghisap nyamuk kelihatan seperti satu kesatuan yang solid, kenyataannya alat penghisap ini merupakan rangkaian dari pisau pemotong dan sebuah alat penghisap yang dilengkapi dengan dua pompa kecil. Nyamuk ini menggunakan alat potong untuk masuk ke epidermis, kemudian melewati lapisan lemak tipis, kemudian menuju ke jaringan darah mikro kapiler dan di sini lah nyamuk ini memulai untuk meminum darah manusia.

Untuk menjaga agar darah yang dihisap tidak menggumpal, nyamuk meminyaki daerah gigitannya dengan semprotan saliva, dan ketika hal ini terjadi maka parasit plasmodium yang telah berdiam dalam kelenjar ludah nyamuk ikut disemprotkan masuk kedalam darah manusia. 50,000 parasit berbentuk seperti cacing ini dapat berenang di dalam sebuah kolam seukuran titik pada akhir paragraf ini. Lusinan plasmodium akan masuk kedalam darah manusia setiap nyamuk ini meminum darah, tetapi sebenarnya satu plasmodium cukup untuk membunuh seseorang.

Parasit plasmodium akan bertahan selama beberapa menit pada aliran darah, kemudian menuju ke hati (liver) dan menetap di sana. Setiap plasmodium menempati sel hati yang berbeda-beda. Sudah pasti, seseorang yang mengalami ini tidak akan terbangun dari tidur saat itu karenanya, bahkan seminggu atau dua minggu sesudahnya masih belum nampak tanda-tanda yang menunjukan telah terjadi sesuatu hal yang tidak beres pada tubuh manusia itu.

Kita tinggal di sebuah planet malaria. Walaupun hal ini mungkin tidak dirasakan di negara-negara kaya, yang mana malaria tidak menjadi penyakit yang lebih banyak dibicarakan. Kenyataannya, penyakit malaria saat ini menginfeksi lebih banyak orang daripada sebelumnya. Penyakit ini telah menjadi penyakit endemi di 106 negara, menginfeksi separuh dari seluruh populasi bumi. Dalam tahun-tahun terakhir, parasit malaria telah bertumbuh sangat pesat, dan membentuk daya tahan pada obat-obatan, yang membuat sebagian besar dari parasit ini sangat sulit dikendalikan. Tahun ini malara akan menyerang setengah milyar penduduk bumi, dan mungkin sedikitnya satu juta diantaranya akan mati, yang mana kebanyakan dari nya adalah anak-anak Afrika yang berumur dibawah lima tahun. Jumlah ini lebih dari dua kali lipat korban meinggal satu generasi yang lalu.

Sampai saat ini ratapan atas wabah penyakit malaria telah diredam. Malaria merupakan wabah bagi yang miskin, sehingga sangat mudah untuk mengabaikan kenyataan ini. Fakta yang sangat disayangkan tentang malaria adalah bagaimana negara-negara makmur telah dapat mengatasinya sementara beberapa negara-negara miskin hampir mencapai ambang kehancuran total akibat wabah malaria.

Dalam beberapa tahun terakhir malaria mendapat perhatian penuh dari lembaga bantuan dan donor. WHO (organisasi kesehatan dunia) telah menetapkan pengurangan malaria sevagai prioritas utama yang harus diupayakan. Sementara itu, Bill Gates menyebut malaria sebagai hal yang terburuk di palnet ini, telah menyumbangkan ratusan juta dollar melalui lembaga amal miliknya yaitu Bill & Melinda Gates Foundation. Pemerintahan Amerika Serikat juga telah menyumbang hampir 1,2 milyar dollar untuk upaya pemberantasan malaria. Idenya adalah menggabungkan semua teknik baik pengobatan kuno (China Herbal) sampai pengobatan modern (multidrug koktail), didukung dengan penggunaan alat-alat pencegahan seperti kelambu. Pada saat yang sama para peneliti malaria mengejar tujuan yang sampai saat ini masih sulit dicapai yaitu menemukan vaksin yang dapat mengekang penyakit malaria untuk selamanya.

Sebagian besar dari jumlah bantuan-bantuan yang disalurkan oleh lembaga-lembaga amal diberikan untuk negara-negara yang tersebar di sub-sahara Afrika. Apabila negara-negara di sub-sahara Afrika dapat mengalahkan malaria maka hal itu akan menjadi harapan yang besar untuk menuju bumi yang bebas malaria. Hal ini dikarenakan oleh 90% dari populasi penduduk bumi yang terserang malaria berasal dari wilayah ini.

Zambia adalah negara di daerah sub-sahara Afrika yang saat ini yang disorot dan diawasi dengan sangat ketat oleh para ahli malaria. Zambia adalah negara luas yang berhamparan rumput yang subur di daerah selatan Afrika. Wabah malaria telah membuat hancur satu negara seperti Zambia yang mana rata-rata lebih dari satu per tiga anak di bawah 5 tahun terserang penyakit malaria.

Sejauh ini ada empat spesies parasit plasmodium yang paling sering menginfeksi manusia, diantara keempatnya yang paling sering ditemukan adalah Plasmodium falciparum. Sekitar setengah dari semua kasus malaria di seluruh dunia disebabkan oleh falciparum dan 95 persen diantaranya berakhir dengan kematian. Plasmodium falciparum merupakan satu-satunya plasmodium malaria yang dapat menyerang otak, dan dapat melakukannya dengan kecepatan yang sangat menakutkan. Seorang pemuda Afrika dapat dengan bagagia bermain sepak bola di pagi hari dan meninggal akibat malaria falciparum malam harinya.

Malaria falciparum merupakan penyebab utama para balita di negara Zambia tidak mampu bertahan hidup untuk merasakan ulang tahun mereka yang kelima. Anak-anak yang lebih tua, orang dewasa maupun wanita hamil juga terserang penyakit malaria, tetapi sebagian besar diantaranya telah mengembangkan sistem kekebalan tubuh untuk bertahan hidup dengan malaria tanpa pengobatan apapun selama bertahun-tahun. Ada kalanya penduduk Zambia dianggap sebagai penduduk dunia yang paling rentan terserang malaria, sehingga tidak mengherankan negara ini merupakan salah satu negara termiskin di dunia dikarenakan oleh tingkat kesehatan masyarakatnya yang sangat rendah. Pemerintah Zambia bertujuan untuk mengurangi kematian akibat malaria 70 persen dalam empat tahun yang akan datang.

Adalah daerah di Provinsi Barat Laut Zambia yang dapat memperlihatkan bagaimana kekuatan cengkraman penyakit malaria di negara itu. Daerah ini dapat dicapai dari ibu kota Zambia, Lusaka, mengarah ke utara, melewati pertambangan tembaga dan perkebunan pisang kemudian ke wilayah berhutan yang terselip diantara perbatasan Angola dan Republik Demokratik Kongo. Daerah trsebut dipenuhi oleh pedesaan yang banyak diantaranya hanya dapat dicapai dengan melewati jalan setapak. Pada tahun 2005 sebuah survei kesehatan nasional menyimpulkan bahwa untuk setiap 1000 anak di bawah usia 5 tahun yang tinggal di provinsi barat laut , ditemukan ada 1.353 kasus malaria, yang berarti bahwa banyak anak terinfeksi malaria lebih dari sekali dalam setahun.

Bantuan medis sangat sulit ditemukan di provinsi ini. Untuk keluarga yang tinggal di bagian terpncil di provinsi ini, dimana lebih dari 1000 mil perseginya adalah medan liar, hanya ada satu tempat yang dapat memberikan pertolongan untuk para penderita malaria berat untuk bertahan hidup. Adalah sebuah klinik sederhana bernama Kalene Mission Hospital. Puskesmas sederhana ini hanyalah sebuah bangunan dengan dinding bata yang beratapkan seng yang sudah berkarat, beroperasi dengan hanya menggunakan sebuah mikroskop, dua perawat terdaftar, listrik yang berasal dari generator diesel, kadang dengan seorang dokter kadang tidak, dan stok obat malaria yang cukup baik, untuk melayani para korbn malaria. Rumah sakit ini dengan segala keterbatasannya berada di garis terdepan peperangan antara manusia dan malaria, sementara para ilmuwan dengan teknologi tinggi dan laboratorium mewah duduk merenungkan rahasia parasit ini, lembaga bantuan meminta sumbangan, dan perusahaan farmasi melakukan uji obat terbaru.

Setiap tahun sejak para misionaris Kristen mendirikan rumah sakit ini satu abad yang lalu pada tahun 1906, datangnya musim hujan menandai awal dari ratapan putus asa. Awan membawa hujan, hujan membasahi wilayah, membuat jutaan genangan air, menetaslah jutaan nyamuk-nyamuk baru pembawa malaria, dan para orang tua membungkus anak-anak mereka yang sakit dan membawa mereka ke rumah sakit Kalene.

Mereka yang datang sebagian besar berjalan kaki, dan beberapa di antaranya berjalan berhari-hari melewati jalur lintas batas, sungai dan semak belukar. Ketika mereka tiba di rumah sakit, nama setiap anak dicetak pada kartu dan dimasukan ke dalam kotak kayu usang di meja perawat. Seringkali para pasien datang dalam keadaan tidak sadar, berteriak kesakitan, ataupun kejang. Mereka mengisi tempat-tempat tidur di bangsal anak-anak, lantai, maupun halaman rumah sakit, dan dari sinilah perjuangan untuk mempertahankan hidup mereka dimulai.

Perjalanan parasit plasmodium yang tenang dari kelenjar ludah nyamuk ke sel hati manusia, segala sesuatunya tampak sangat baik, bahkan proses penyaringan sel darah oleh limpa tidak dapat mendeteksi adanya bahaya. Di dalam sel, parasit malaria makan dan berkembang biak, dan mereka melakukan ini tanpa henti selama kira-kira satu minggu, sehingga setelah satu minggu itu setiap falciparum yang masuk ke tubuh telah menggandakan dirinya sebanyak 40.000 kali.

Parasit yang telah berkembang dalam jumlah yang sangat besar akhirnya membanjiri sel darah merah yang mengalir melalui sistem sirkulasi. Untuk pertama kalinya, tubuh manyadari telah diserang, dan sakit kepala dan nyeri otot adalah tanda bahwa sistem kekebalan tengah dipacu untuk melawan penyerang. Alaram telah terdengar, tapi para pencuri sudah berada di bawah tempat tidur. Parasit dengan cepat menyerang sel darah merah lainnya, dan urutan reproduksi dan pelepasan terus berlanjut.

Suhu interal tubuh yang meningkat karena tubuh berusaha untuk menghancurkan penyerang. Menggigil yang kemudian diikuti oleh demam parah, keringat bercucuran. Panas, dingin dan berkeringat merupakan gejala dari penyakit ini. Pertumbuhan parasit terus berlanjut dan setelah beberapa siklus telah ada milyaran parasit membanjiri sistem darah si penderita. Pada titik ini, demam teah mencapai intenitas tertinggi. Tubuh hampir merebus dirinya sendiri untuk mematikan penyerang tetapi tidak berhasil. Parasit bahkan bahkan dapat menyita sel darah merah untuk membantu mempertahankan kelangsungan hidup mereka, dan ketika infeksi telah berubah menjadi malaria selebral, maka manifestasi yang paling menakutkan dari penyakit ini telah hadir untuk membunuh.

Ketika malaria selebral mulai beraksi tubuh penderita berangsur-angsur mulai rusak. Parasit telah menghancurkan pembawa oksigen sehingga terlalu sedikit sel darah merah yang tersisa untuk mempertahankan fungsi vital. Paru-paru dan jantung terpakasa bekerja extra keras untuk bernapas dan memompa darah. Ketika darah kesulitan mencapai otak maka sel-sel otak akan mulai mati sehingga si pasien akan jatuh dalam koma.

Penyakit malaria adalah penyakit yang sering membingungkan, dan seringkali bertentangan dengan logika. Misalnya : Menyembuhkan hampir semua kasus malaria dapat lebih buruk akibatnya daripada tidak menyembuhkan sama sekali. Menghancurkan daerah rawa adalah hal mulia dan tepat dalam dunia malaria, ikon lingkungan yang menentang penghancuran rawa dianggap sebagai penjahat. Saat ini, para peneliti terkemuka di ratusan pusat medis sedang mengerjakan obat anti malaria , tetapi ternyata obat terbaik malaria yang ada saat ini adalah obat herbal cina yang sudah dikenal dan digunakan sejak 1700 tahun yang lalu. Parasit malaria dianggap sebagai makhluk hidup yang cerdas dan dapat beradaptasi untuk memprtahankan kelangsungan hidup spesies mereka.

Penyakit malaria telah ada mungkin sebelum keberadaan pertama manusia. Parasit adalah makhluk kuno yang telah ada sejak jaman dinosaurus, dan parasit malaria bukan hanya menyerang manusia, hewan seperti landak, tikus, burung, monyet ataupun kera mempunyai penyakit malaria versi mereka sendiri.

Dalam sejarah peradaban manusia, malaria telah hadir ribuan tahun yang lalu. Beberapa mumi mesir memiliki tanda-tanda penyakit malaria. Hippocrates mendokumentasikan tahap-tahap berbeda dari penyakit ini. Alexander Agung dinyatakan kemungkinan meninggal akibat malaria, dan malaria pula yang mungkin telah menghentikan serbuan tentara Jenghis Khan di daerah selatan. Setidaknya ada empat paus (pemimpin agama katolik) meninggal karena malaria, George Washington presiden pertama AS menderita malaria, begitupula Abraham lincoln dan Ulysses S.Grant. Pada akhir tahun 1800-an malaria sangat parah terjadi di kota Washington DC Amerika, sehingga seorang dokter ternama yang berhasil melobi pemerintah kota, berhasil mendirikan kawat raksasa untuk melindungi kota dari terjangan nyamuk. Tercatat bahwa korban perang pasifik lebih banyak disebabkan oleh malaria, dibandingkan karena senjata. Beberapa ilmuwan percaya bahwa satu dari dua orang yang hidup di dunia meninggal akibat malaria.

Obat malaria yang dikenal luas pertama kali ditemukan di Peru. Obat ini adalah kulit pohon kina, yang merupakan spesies dekat tumbuhan kopi. Masyarakat setempat menyebutnya Quina (kulit dari kulit), obat ini kemudian didistribusikan ke seluruh dunia sebagai Kina. Kulit pohon ini kemudian menjadi barang mahal yang diburu pada saat itu. Beberapa ekspedisi dari Eropa dikirim untuk membawa pulang benih dan anakan pohon tersebut, tetapi banyak dari mereka yang harus kehilangan nyawa karena alam Amerika Selatan yang buas pada saat itu. Sebelum 200 tahun berikutnya ketika pohon kina akhirnya ditanam di India, Jawa, dan Sri lanka , satu-satunya cara medapatkan obat ini adalah memperolehnya langsung dari Amerika Selatan.

Obat kina yang berfungsi untuk mengganggu reproduksi malaria, kenyataannya telah menyelamatkan hidup banyak orang, tetapi juga memiliki efek samping. Obat ini adalah obat jangka pendek, dan jika dipergunakan dalam waktu panjang, dapat menimbulkan efek samping serius seperti gangguan pendengaran yang parah. Pada tahun 1940, ditemukan obat sintesis pertama malaria yang bernama klorokuin. obat ini murah, aman, dan merupakan perlindungan jangka panjang terhadap malaria. Dengan kata lain obat ini adalah keajaiban pada waktu itu.

Seorang ahli kimia Swiss bernama Paul Muller menemukan insektisida yang diberi nama dikloro-difenil-trikloroetan, merupakan inovasi kedua yang dianggap sebagai keajaiban. DDT bisa membunuh nyamuk selama berbulan-bulan, cukup lama untuk mengganggu siklus penyebaran malaria. Muller sendiri kemudian dianugerahi Nobel dalam bidang kesehatan pada tahun 1948, atas jasanya menemukan pengendali serangga yang bekerja seperti DDT.

Berbekal dua senjata ampuh, WHO (organisasi kesehatan dunia) pada tahun 1955 meluncurkan program pemberantasan malaria global, yang bertujuan untuk melenyapkan penyakit malaria dari muka bumi dalam jangka waktu 10 tahun. Milyaran doran dikucurkan, berton-ton DDT diemprotkan oleh para pekerja yang berjumlah 150,000 orang, dan klorokuin disebarkan secara luas. Hal ini tercatat sebagai inisiatif kesehatan yang paling rumit yang pernah dilakukan oleh dunia internasional selama ini.

Program ini terinspirasi oleh kesuksesan awal di Amerika Serikat dan Brazil. AS yang mencatat jutaan kasus malaria selama tahun 1930-an, terutama di negara bagian selatan, mengeringkan lebih dari 2 juta hektar lahan basah (rawa), DDT disemprotkan dalam ratusan ribu rumah, dan pada tahun 1946 pusat pengendalian malaria didirikan di Atlanta.

Kemakmuran Amerika Serikat merupakan aset utama dalam memerangi malaria saat itu. Hampir semua orang sanggup ke dokter, dan sumber daya yang cukup untuk menghancurkan rawa-rawa tempat tinggal nyamuk.Selain itu ada fakta beruntung lainnya bahwa nyamuk Anopheles di Amerika Serikat dan Brasil saat itu lebih suka menyerang ternak sapi daripada manusia. Pada tahun 1950, malaria berhasil diberantas di Amerika Serikat.

Upaya pemberantasan global tercatat mencapai beberapa keberhasilan penting. Malaria hampir musnah di kepulauan Karibia, pasifik selatan, Balkan, dan Taiwan. Di India kematian akibat malaria menurun drastis per tahunnya dari 800,000 ke angka 0. tetapi menjadi jelas bahwa program ini dilakukan dengan ambisi yang terlalu besar, sehingga upaya pembiayaan akhirnya menurun drastis dan program pemberantasan ditinggalkan tahun 1969. Malaria yang berada pada daerah pedalaman tropis tetap bertahan hidup, dan di banyak negara-negara tropis , dengan adanya ketidakstabilan politik, penurunan bantuan asing dan kemiskinan yang semakin berkembang, membuat malaria dapat kembali bangkit untuk memangsa.

Di beberapa negara di mana malaria telah berada pada ambang kepunahannya seperti India dan Srilanka, penyakit ini datang menyerbu kembali. Negara-negara di sub sahara Afrika tidak pernah benar-benar memerangi malaria. Program-program pemberantasan malaria lintas benua yang dilakukan oleh WHO telah menemui sedikit kemajuan sebelum akhirnya runtuh karena keterbatasan anggaran.

Petaka muncul segera setelah program WHO runtuh. Pengedalian nyamuk kehilangan salah satu alat terpentingnya yaitu DDT. Masalahnya bukan pada pejuang malaria melainkan pada para petani. Para petani , terutama petani kapas menggunakan DDT sebagai insektisida guna melindungi tanaman mereka secara berlebihan. Walupun DDT tidak berbahaya bagi manusia, tetapi DDT merugikan spesies yang dilindungi seperti elang, singa laut, dan salmon. Akhirnya DDT dilarang untuk pertanian, walau ada pengecualian dibuat untuk pengendalian malaria yang tetap dapat menggunakan DDT, tetapi sangat sulit untuk pengadaannya saat itu. Sebagai akibatnya larangan terhadap DDT mungkin telah membunuh sekitar 20 juta anak.

Kemudian datanglah petaka terbesar, resistensi parasit terhadap obat yang sudah ada semakin meluas. Parasit malaria berkembang dengan sangat cepat, terus bermutasi baru, dan beberapa mutasi baru melindungi parasit dari klorokuin. Sifat dan kemampuan ini dengan cepat diteruskan ke generasi berikutnya dari parasit malaria. Pada tahun 1990, penderita malaria berkembang menjadi jauh melebihi yang pernah ada sebelumnya, dan semakin sulit untuk menyembuhkannya.

Adalah seorang anak kurus kering berumur tiga tahun bernama Methyline kumafumbo yang dibawa oleh eneknya ke rumah sakit Kalene. Mereka telah melakukan perjalanan 10 mil dari desa tempat tinggal mereka, dan ketika mereka tiba di rumah sakit, parasit malaria telah menyerang otak anak balita itu. Perawat kemudian mencukur rambut bagian kanan kepala anak itu dan memasukan infus kina dengan menggunakan empat selang infus, dimana ini merupaka standar perawatan rumah sakit itu untuk mengobati pasien malaria berat.

Selama hampir satu minggu Methyline terbaring dalam koma. Koma pada malaria sangat menyeramkan untuk diamati dimana pasien mengalami lengan kaku, tubuh melengkung, tangan bengkok, benar-benar suatu penderitaan yang luar biasa. Akhirnya setelah pengobatan panjang Methyline terbangun dari koma, bisa minum dan makan bubur, dan akhirnya mulai berbicara. beberapa hari kemudian methyline dibebaskan dari rumah sakit. Petugas yang merawatnya melaporkan “melihat terang, tapi masih belum berjalan dengan baik”. Walaupun demikian Methyline merupakan salah satu yang beruntung. Laporan rumah sakit hari itu didominasi oleh rasa putus asa oleh meninggalnya beberapa anak.

Luka seumur hidup pada jaringan otak merupakan satu hal yang sangat berbahaya tentang malaria. Mantan pasien malaria berat mungkin memiliki kerusakan pada jaringan saraf otak, dan ini terbukti pada hampir setiap anak afrika dalam beberapa kasus terlihat mengalami kerusakan neurologis.

Tentara Zambia beserta dengan pramuka telah dimobilisasi untuk mengalahkan malaria. Pada tahun 1985 pemerintah Zambia mengalokasikan anggaran sebesar 30.000 dollar Amerika untuk memberantas malaria. Jumlah anggaran pada waktu itu jauh lebih kecil dengan jumlah anggaran saat ini yaitu sebesar 30 juta dolar Amerika yang dianggarkan Zambia dengan bantuan hibah internasional. Poster-poster tersebar luas diseluruh negeri, dan semua orang menginformasikan penyebab malaria, gejala, serta pentingnya penanganan medis terhadap penyakit ini. Pemerintah Zambia mendidik masyarakatnya untuk mengalahkan malaria melalui tiga cara yaitu pengobatan, penyemprotan dan pemasangan kelaambu.

Zambia saat ini sangat bergantung pada obat yang berasal dari tanaman artemisia, yang merupakan obat tertua yang diketahui dapat mengobati malaria. Pengobatan dengan artemisia pertama kali dijelaskan dalam kitab pengobatan cina kuno sekitar abad ke 4 setelah masehi, tetapi selama berabad abad diabaikan oleh seluruh dunia, kecuali di dataran China. Versi terbaru dari obat ini sama kuatnya dengan kina tetapi tidak mempunyai efek samping seperti halnya kina. Ini merupakan satu-satunya obat jitu yang masih tersisa untuk mengatasi malaria. Obat lainnya termasuk kina tetap masih bisa memainkan peranan dalam pengobatan tetapi parasit sudah kebal terhadap obat-obat tersebut. Untuk mengurangi kemungkinan buruk bahwa parasit akan mengembangkan kekebalan baru terhadap artemisinin, maka turunan dari obat ini dicampu dengan senyawa lain yang dalam penggunaannya di kenal sebagai antimalaria artemisinin berbasis kombinasi terapi, atau lebih dikenal dengan nama ACT.

Kemajuan dalam perang terhadap malaria tidak pernah dapat dicapai dengan mudah di Zambia. Masyarakat yang tinggal jauh dari rumah sakit mengandalkan warung obat di pinggiran jalan untuk memperoleh obat-obatan. Warung obat tersebut menjual ACT lebih dari 1 dolar per dosis yang mana hampir tidak terjangkau oleh lebih dari 70 persen penduduk yang hidup dengan tidak lebih dari 1 dollar per hari. Oleh sebab itu masyarakat kemudian membeli obat lain yang berharga lebih murah, hanya dengan 5 sen. Obat-obat ini hanya memberikan bantuan sementara, mengurangi demam malaria, tetapi tidak dapat berbuat banyak untuk mengatasi parasitnya.

Ada salah satu poster di Zambia terpampang dengan bunyi ” Malaria tidak ditularkan oleh sihir, minum air kotor, basah kuyup dalam hujan, atau mengunyah tebu yang belum matang.” Ketika anak-anak di sana menderita kejang-kejang yang merupakan gejala selebral malaria, beberapa orang tua mambawa mereka ke dukun alih-alih ke rumah sakit, sehingga pada saat mereka tiba di rumah sakit segalanya sudah terlambat.

Di negara-negara khusunya Zambia pendistribusian jala penangkal nyamuk pun dapat menjadi bumerang. Tak ada keraguan bahwa jaring kasa nyamuk ini dapat menyelamatkan nyawa, terutama jenis terbaru yang sudah diresapi dengan insektisida. Tetapi hal yang harus dilakukan pertama kali adalah bagaimana menjangkau orang-orang yang benar-benar membutuhkan, dan kemudian harus benar penggunaannya. Jaring yang sebenarnya sangat besar manfaatnya untuk mencegah penularan malaria oleh sebagian masyarakat disalahgunakan sebagai alat tangkap. Pemakaian jaring yang menambah kepenatan karena panasnya suhu di Afrika membuat sebagian orang enggan tidur di bawah jaring penangkal nyamuk ini.

Meskipun sulit akhirnya kampanye penggunaan jaring tidur di Zambia membuahkan hasil. Pada tahun 2000 sebuah studi menunjukkan bahwa lebih dari 98 persen anak tidur di bawah jaring berinsektisida. Enam tahun kemudian jumlah tersebut turun menjadi hanya 75 persen. Sekarang pengobatan ACT tersedia gratis untuk seluruh masyarakat di Zambia, dan korban akibat malaria terus menurun setiap tahunnya menjadi hanya sekitar sepertiga dari sebelumnya.

Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana jika donor internasional kembali terhenti? bagaimana jika ketidak stabilan ekonomi dan politik kembali muncul di Zambia? mengingat sejarah perang antara zambia dan negara sekitarnya, sangat mungkin kembali terjadi peperangan. Selama perang saudara di Angola pada tahun 1970-an, enam bom telah mendarat di dekat Rumah sakit Kalene, dan di tahun-tahun terjadinya perang kongo, beberapa jalan di dekat rumah sakit itu dipasangi ranjau darat.

Menurut direktur program dari Malaria Kontrol dan evaluasi di Afrika, saat ini tidak ada model sukses pengendalian malaria di Afrika, semuanya hanyalah pesimisme dan kegagalan. Jika Zambia sukses menanggulangi malaria maka hal itu diprcaya akan memiliki efek domino, tetapi jika gagal, maka para penyumbang dana akan berkecil hati dan angkat kaki dari Afrika sehingga masalah akan semakin memburuk.

ACT yang sangat kuat pada saat ini, namun para ahli malaria takut bahwa parasit plasmodium malaria akan mulai mengembangkan resistensi terhadap alat terbaik mereka ACT. Sebelum larangan DDT muncul, sudah ada laporan laporan yang datang bahwa nyamuk Anopeles semakin kebal terhadap insektisida, dan pengaruh pemanasan global yang memungkinkan serangga dapat menjelajah ketinggian yang lebih tinggi dan lebih luas.

Obat-obatan, penyemprotan, dan jaring kenyataannya tidak akan pernah menajadi solusi paten bagi penyakit ini. Yang di perlukan adalah alat basmi yang lebih meyakinkan. Para ahli malaria berpendapat bahwa hanya ada satu solusi dasar untuk masalah ini yaitu vaksin Malaria.

Terlalu mudah untuk membuat daftar dari setiap vaksin yang dapat mencegah penyakit parasit pada manusia, tidak ada. Saat ini vaksin tersedia untuk virus dan ini adalah organisme yang lebih sederhana. Virus polio misalnya, hanya terdiri dari tepat 11 gen sedangkan parasit plasmodium malaria rata-rata memiliki lebih dari 5000 gen, dan sangat kompleks, karena dikombinasikan dengan gerakan menghindar parasit dalam aliran darah dan kemudian bersembunyi di dalam sel hati, membuat vaksin sulit dirancang untuk mengatasinya. Idealnya, vaksin malaria akan memberikan perlindungan seumur hidup. Dibalik kekuatan malaria yang dasyat yang dikarenakan oleh tipe substrains yang tak terhitung jumlahnya (masing-masing tempat mempunyai tipe tersendiri), vaksin diharapkan dapat memblokir kesemuanya itu. Menemukan vaksin malaria adalah salah satu pencarian medis paling ambisius sepanjang masa.

Berita-berita penemuan terkait malaria beberapa dekade terakhir ini penuh dengan berbagai pernyataan besar yang tidak berdasar. New York Times pada tahun 1984 memunculkan headline “Vaksin Malaria Sudah Dekat”, dalam artikel ini seorang ilmuwan berkata “ini merupakan rintangan besar terakhir”, “tidak ada keraguan sekarang bahwa kita akan memiliki vaksin”. Tujuh tahun kemudian New York Times memunculkan headline “Tampaknya Upaya Memerangi Malaria Telah gagal”. Pada akhir 1990-an, Manuel Pattaroyo pakar imunilogi Columbia menyatakan disertai liputan media yang luas bahwa ia telah menemukan jawaban untuk vaksin malaria. Hasil awal yang menjanjikan, tetapi penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa obat ini hanya bekerja seperti halnya plasebo tidak lebih dari itu.

Saat ini setidaknya ada 90 tim ahli yang meliputi para ilmuwan terbaik di bidang farmasi,dan penyakit malaria sedang berusaha menemukan vaksin penyakit malaria. Yang paling dekat adalah vaksin yag dikembangkan oleh GlaxoSmithKline bekerja sama dengan Angkatan darat AS, yang disebut dengan nama RTS S. Percobaan pertama di mozambik RTS S telah berhasil melindungi sekitar lima pulh persen dari ratusan ribu nyawa anak-anak di negara itu, tetapi RTS S tetap bukan merupakan senjata ajaib satu untuk semua.

Dibalik semua keputusasaan unuk menemukan vaksin malaria sejati, ada satu orang yang tidak hanya percaya malaria dapat dikalahkan, tetapi juga yakin bahwa ia mengetahui kuncinya. Adalah Stephen Hoffman pendiri dan CEO satu-satunya perusahaan di dunia yang didirikan dan didedikasikan sepenuhya untuk menemukan vaksin malaria, nama perusahaan ini adalah Sanaria yang berarti “udara sehat” anonim dari malaria yang berarti “udara buruk”.

Hoffman berusia 58 tahun, bermata hijau dan ramping, sebagaimana rekan-rekannya menggambarkan ia sebagai orang yang tidak sabar, berapi-api dan sangat tidak toleran terhadap hal negatif.

Dengan pengalaman yang telah mencapai 14 tahun sebagai direktur program malaria di Naval Medical research center, Hoffman paham betul cara perburuan vaksin malaria. Kepercayaan dirinya yang tinggi membuat Hoffman pada suatu waktu menguji vaksin yang tengah dia uji pada dirinya sendiri, dan kemudian membiarkan dirinya untuk digigit oeh nyamuk yang telah terinfeksi. Hoffman yang kemudian pergi ke California dengan maksud memberikan presentasi kemenangan atas malaria dengan vaksinnya, menemukan dirinya sendiri demam disertai gemetar yang merupakan gejala malaria, sesaat setelah dia mendarat di California pada pagi hari.

Saat ini setelah lebih dari dua puluh tahun kemudian, Hoffman siap untuk kembali muncul dengan sesuatu yang baru. Hoffman kelihatannya tidak mampu menemukan tempat penemuan yang lebih membosankn dari ini, perusahaannya Sanaria berkantor di dekat toko bingkai dan tepat berada bersebelahan dengan toko grosir perlengkapan kantor. Tidak ada misi perusahaan yang tampak dari pintu kantor, hanya sebuah jendela kotor yang menuliskan nama perusahaan dalam huruf kecil yang ditempelkan. Hoffman berpendapat mungkin akan lebih baik jika para tetangganya tidak mengetahui apa yang sedang dikerjakan tetangga Sanaria mereka.

Ada sekitar 30 ilmuwan yang berasal dari seluruh penjuru dunia bekerja di Sanaria. Laboratorium berpusat pada sebuah ruangan di mana Hoffman membesarkan nyamuk yang telah terinfeksi dengan plasmodium falciparum, dalam sebuah wadah kecil. para tamu yang berkunjung ke Sanaria harus melewati beberapa ruangan yang disegel antara satu dan lainnya, dan setiap pengunjung harus menggunakan baju panjang katun, masker, sarung tangan dan penutup sepatu. Desain laboratorium yang serba putih dengan tata cahaya yang terang membuat nyamuk lebih mudah untuk dilihat. Udara di dalam ruangan selalu disirkulasi, dan tempat pembiakan nyamuk akan diperiksa setiap hari untuk antisipasi kebocoran. Nyamuk-nyamuk ditempatkan di dalam beberapa wadah silinder dan dimasukan ke dalam wadah menyerupai ember pantai yang ditutup bagian atasnya. Nyamuk-nyamuk itu memakan darah yang telah terinfeksi falciparum, dan kemudian disimpan selama 2 minggu. Parasit berkembang biak selama 2 minggu di dalam usus nyamuk dan kemudian berpindah ke kelenjar ludah nyamuk. Nyamuk kemudian dipindahkan dengan sangat hati-hati ke dalam suatu indikator kemudian diradiasi dengan dosis cepat. Di dalam laboratoriun khusus, kelenjar ludah nyamuk yang rata-rata berisi lebih dari 100,000 parasit dibedah dan dilenyapkan. pada dasarnya vaksin terdiri dari parasit yang telah teradiasi dan dikemas ke dalam jarum suntik.

Ide membuat vaksin dengan menggunakan parasit yang telah teradiasi ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan pada akhir tahun 1960 di Universitas New York oleh Ruth Nussenzweig. Penelitian itu menunjukkan bahwa parasit yang telah lemah akibat radiasi dapat memunculkan respon kekebalan pada tikus tanpa menyebabkan penyakit malaria. Vaksin yang dikerjakan oleh Hoffman dan timnya katanya akan menghasilkan respon pelindung lengkap. Teorinya dengan vaksin ini tubuh akan berada di dalam keadaan sigap terhadap penyakit ini, sehingga walaupun tubuh dimasuki oleh parasit yang sehat maka tubuh tidak akan membiarkan penyakit ini untuk berkembang.

Hoffman mempunyai tujuan mulia untuk mengimunisasi 25 juta bayi yang lahir di sub-sahara Afrika setiap tahun. Hoffman yakin bahwa 90 persen dari bayi-bayi itu akan terlindung sepenuhnya dari malaria, dan menjadi generasi pertama di Afrika, tidak menderita penyakit malaria. Akan tetapi muncul pertanyaan, generasi manakah itu? Meskipun vaksin sanaria telah memulai proses uji lapangan, tetapi mungkin harus menunggu sampai 5 tahun kedepan untuk melihat versi resminya yang telah disetujui dijual bebas. Akan tetapi jika hasil uji coba vaksin ini buruk, maka kita tak akan pernah melihat vaksin sanaria dijual. Melihat track record vaksin malaria yang buruk selama bebrapa dekade ini, sangat memungkinkan hal ini akan kembali terjadi, mengingat penyakit ini dapat dipastikan, tidak akan menyerah dengan mudah.

Source:http://www.terapisehat.com/2014/05/cerita-panjang-malaria-dari-afrika.html

No comments:

Post a Comment